Cicitcuit di Angkutan Umum

Setiap orang pasti memiliki masalahnya masing-masing, setiap orang juga punya rasa uneg-unegnya masing-masing. Dan kadang, dimana pun tempatnya, ketika ada yang memancing sedikit saja hal yang di simpannya dalam hati, bisa tercetus saja secara spontan. Tidak peduli kadang dengan siapa atau dimana kita mengeluarkan uneg-uneg kita. Entah tentang kehidupan pribadi atau mungkin tentang politik yang mulai memanas saat ini.

Pagi ini gue menyunggingkan senyuman tipis saat hendak menaiki angkutan kecil berwarna merah arah Kebayoran dari Lebak Bulus. Sudah cukup penuh ternyata.

Obrolan kali ini cukup berbobot bagi gue. Seorang ibu yang bertubuh sedikit gempal dan Pak Supir angkutan dengan 2 bangku penumpang yang saling berhadapan sedang asik membicarakan fenomena Batu Akik yang sekarang dengan tiba-tiba digandrungi seluruh lapisan masyarakat.

Pembicaraan mula-mula berjalan dengan baik, membicarakan tentang bagaimana anggapan orang-orang dulu saat melihat Batu Akik itu dan pandangan orang-orang saat ini yang mendadak gandrung menjadikan Batu Akik sebagai koleksi.

Lalu sempat disangkut-pautkan pula dengan fenomena yang sebelumnya seperti Ikan Lohan dan Tanaman Anthurium yang dulu juga sempat digandrungi masyarakat dan hanya bertahan beberapa saat.

Tiba-tiba seorang ibu paruh baya yang ada di depan gue bilang, "Ini ma setiap pergantian Presiden juga pasti ada aja hal-hal yang kayak gitu bu. Jamannya Anthurium sama Ikan Lohan juga pas pergantian Presiden" Ujarnya tegas.

"Presiden sekarang kayaknya berasa banget ya .."

Belum habis si ibu yang lain berbicara, dengan mimik wajah menahan kesal, si ibu yang didepan gue kembali berujar, "Apa yang berasa? Semua serba mahal. Jaman Pak Harto semuanya serba murah, mau dagang juga enak, mau usaha gampang, nyari kerja gampang, ini boro-boro usaha, dari pusatnya aja udah mahal, mau jual berapa? ngambil untung Lima Ratus perak juga nyesek banget bu. Kerja jadi kuli bangunan aja kalo gak ada yang bawa tetep aja gak bisa, gimana mau kerja kantoran? Kerja kantoran sekarang susah bu masuknya. Udah kebanyakan orang pinter." Lanjutnya.

Tiba-tiba hening membalut suasana panas di angkot merah tadi. "Sekarang kalo mau kerja ma sistem kekeluargaan bu. Jadi harus ada yang bawa. Kerja di restoran aja harus ada yang bawa, kayak anak saya tuh." Seketika ibu bertubuh gempal itu melirik gue sembari melempar senyumnya. Mungkin dia pikir gue seumuran anaknya.

"Makanya buat apa sekolah tinggi-tinggi, hidup itu yang penting jujur, serius, usaha, sama gak males. Pasti bisa hidup kok." Timpal Pak Supir yang sedari tadi konsen menyetiri mobil angkutannya.

"Kalau disekolah itu ma semuanya teori. Ini namanya ini, itu namanya alaaah gitu deh. Kalau kita obrak-abrik lagi, yang kayak gitu ma gak bakal kepake di kehidupan nyata. Jadi, udah ngapain sekolah tinggi-tinggi." Lanjut Pak Supir sembari menepuk pundak seorang remaja laki-laki yang duduk di samping kirinya. Sempat gue lihat si remaja itu sedikit menganggukan kepalanya seperti meng-iya kan kalimat Pak Supir tadi.

"Saya ma gak peduli deh mau dibilang Pak Harto dulu katanya korupsi kek, yang penting kita rakyatnya makmur. Inget saya dulu pas akhir-akhir Pak Harto lengser, beras udah bau pandan seliter Rp 500,- perak, beli sepuluh liter cuma Rp 5.000,-. Minyak goreng cuma Rp 800,-. Ehh pas Pak Harto turun malah makin lama makin naik gak karuan. Beras dari Lima Ratus perak tiba-tiba Rp 1.500,-, minyak dari Rp 800,- jadi Rp 2.500,-. Sekarang beras harga Rp 8.000,- aja kayak gitu. Musim paceklik kali ya." Kata ibu separuh baya yang ada di hadapan gue.

"Katanya pemerintahan ini bagus, ahh harga makin mahal kok bagus. Harusnya kalo harga turun semua baru dibilang bagus. Ngatur keuangannya yang bikin saya pusiiiiiing bu. Dulu jualan jam sepuluh pagi juga saya udah pulang, lah sekarang?" Lanjutnya sambil menepuk-nepuk keningnya yang terlihat mulai berkerut.

Pernah dilain kesempatan gue juga mendengar keluh kesah segelintir rakyat Indonesia di daerah Lebak Bulus.

"Pokoknya kalau ada pemilihan Legislatif lagi gue ogah milih. Nyesel banget gue milih Legislatif. Golput golput deh." Ujarnya di dalam angkot yang membawa gue ke tempat tujuan gue pada saat itu.

Semua orang punya pendapatnya masing-masing, semua rakyat punya harapannya masing-masing untuk setiap Kepresidenan yang berlangsung. Namun alangkah baiknya kita juga memahami alasan dan asal-muasal semua ini. Makin belajar, makin membuka telinga dan mata, makin kita tau segala hal. Toh pada akhirnya setiap Pemimpin selalu mengharapkan yang terbaik untuk rakyatnya dan mengusahakan yang terbaik. Ada alasan yang mungkin tidak semua orang tau kenapa ini itu mendadak melonjak tinggi dan segala hal yang mungkin tidak sesuai dengan harapan khalayak ramai. Yuk belajar lagi.

Comments

Popular posts from this blog

[REVIEW] Andai Engkau Tahu

[REVIEW] Ya Rabb, Aku Galau

[REVIEW] "MOVE ON" #CrazyLove