Balada Instagram
Instagram.
Back to topic. Sekarang instagram juga udah mulai memanas. Gak tau gue yang merasa mulai panas dan gerah, atau banyak orang yang juga ngerasa kayak gitu. Berita simpang siur malah jadi topik yang paing hot dibahas. Hoax dimana-mana malah jadi hal yang paling dipercaya. Apalagi kalau pembahasannya udah menyangkut ranah politik atau ekonomi .
Kasus yang gue sebenernya udah gak sanggup nahan itu ketika ada postingan yang bahas tentang meningkatnya hutang negara semenjak kepemimpinan Presiden ke-7 ini. Caption yang ada di bawah foto benar-benar membentuk opini bahwa dengan meningkatnya hutang negara adalah bentuk kegagalan dari kepemimpinan kali ini.
Gue sebagai anak ekonomi (wuilah) yang udah mulai bosan setiap gak sengaja baca atau denger orang yang masih aja ngeributin tentang hutang negara, rasanya ingin berkata kasar. Sebenernya susah juga si. Di Sosial Media gak ada alat penyaring untuk siapa aja yang boleh berkomentar. Alhasil orang yang ngerti tentang berita tersebut sama orang yang gak ngerti udah kecampur aduk. Di Sosial Media, kita bisa aja adu argumen sama orang yang gak ngerti sama sekali tentang apa yang lagi dia ributin sama kita. Makanya gue paling hobby jadi silent reader aja sembari liat-liat udah separah apa mereka berargumen tanpa dasar yang jelas.
Kalau kata Zen rs, beliau pernah nge-tweet, "semakin rendah minat baca, semakin tinggi minat berkomentar". Ya simpulin sendiri aja. Atau, ada juga anonim yang bilang, "Saat kita mencoba memahami suatu hal selama sehari, rasanya seperti sudah sangat mengerti hal tersebut. Saat kita memahami selama 1 tahun, ternyata banyak hal yang belum kita mengerti. Saat kita memahami selama puluhan tahun, ternyata kita tidak tahu apa-apa".
Hal yang membingungkan lainnya lagi, kalau orang yang mengerti lebih memilih diam dan yang tidak mengerti terus menerus menebar pahamnya, apa jadinya?
Nah, kan.
Satu dari sekian banyak sosial media ini sudah lama digandrungi banyak orang. Semakin lama si sosmed ini terus memperbarui kemampuannya, seperti adanya fitur snapgram, fitur multiple yang bikin kita bisa posting banyak gambar sekaligus dalam satu postingan. Ah macam-macam lah pokoknya.
Gue pribadi dulu berpindah dari warga twitter jadi warga instagram karena senang liat foto-foto yang diposting orang. Baca-bacain komen. Ngeramein postingan orang. Gitu lah. Soalnya di twitter kalau ada yang unggah foto, kurang greget aja mau komen. Dulu juga warga twitter udah mulai jahat-jahat. Ngomongnya mulai kasar-kasar kayak jalan setapak. Berantem terus hobbynya.
Mulai risih juga sama orang yang kalau apa-apa di share jadi tweet. Ribut sama temen, sedunia jadi tau. Nyindir-nyindir yang gak karuan. Padahal kali aja dia hari itu lagi gak buka twitter. Gak sampe juga unek-uneknya ke orang yang di maksud, eh malah orang lain yang ngerasa.
Lama-lama gue bahas balada sosial media nih kalau gini ceritanya.
 |
| Logo Instagram |
Back to topic. Sekarang instagram juga udah mulai memanas. Gak tau gue yang merasa mulai panas dan gerah, atau banyak orang yang juga ngerasa kayak gitu. Berita simpang siur malah jadi topik yang paing hot dibahas. Hoax dimana-mana malah jadi hal yang paling dipercaya. Apalagi kalau pembahasannya udah menyangkut ranah politik atau ekonomi .
Kasus yang gue sebenernya udah gak sanggup nahan itu ketika ada postingan yang bahas tentang meningkatnya hutang negara semenjak kepemimpinan Presiden ke-7 ini. Caption yang ada di bawah foto benar-benar membentuk opini bahwa dengan meningkatnya hutang negara adalah bentuk kegagalan dari kepemimpinan kali ini.
Gue sebagai anak ekonomi (wuilah) yang udah mulai bosan setiap gak sengaja baca atau denger orang yang masih aja ngeributin tentang hutang negara, rasanya ingin berkata kasar. Sebenernya susah juga si. Di Sosial Media gak ada alat penyaring untuk siapa aja yang boleh berkomentar. Alhasil orang yang ngerti tentang berita tersebut sama orang yang gak ngerti udah kecampur aduk. Di Sosial Media, kita bisa aja adu argumen sama orang yang gak ngerti sama sekali tentang apa yang lagi dia ributin sama kita. Makanya gue paling hobby jadi silent reader aja sembari liat-liat udah separah apa mereka berargumen tanpa dasar yang jelas.
Kalau kata Zen rs, beliau pernah nge-tweet, "semakin rendah minat baca, semakin tinggi minat berkomentar". Ya simpulin sendiri aja. Atau, ada juga anonim yang bilang, "Saat kita mencoba memahami suatu hal selama sehari, rasanya seperti sudah sangat mengerti hal tersebut. Saat kita memahami selama 1 tahun, ternyata banyak hal yang belum kita mengerti. Saat kita memahami selama puluhan tahun, ternyata kita tidak tahu apa-apa".
Hal yang membingungkan lainnya lagi, kalau orang yang mengerti lebih memilih diam dan yang tidak mengerti terus menerus menebar pahamnya, apa jadinya?
Nah, kan.
Comments
Post a Comment