Mental Health Issue

Akhir-akhir ini hal yang dulunya terkesan tabu tapi kini sudah mulai jadi perbincangan yang cukup konsen. Kalau saja hal-hal tersebut sudah diperbincangkan dari jaman megalitikum, mungkin dampak negatif dari hal-hal tersebut sudah bisa ditanggulangi dengan baik. Sayangnya kata "kalau" bukanlah kata untuk sebuah pemecahan masalah. Mengandai-ngandaikan hal yang sudah jelas tidak mungkin terjadi bukankah tidak baik?

Mental Health Issue. Ya. Dulu orang menganggap bahwa penyakit mental bukanlah hal yang penting. Respon masyarakat terhadap penyakit ini juga sangat berbeda dengan respon mereka terhadap penyakit fisik. Mereka yang "ketahuan" memiliki mental illness malah dijauhi atau lebih parahnya lagi malah dijadikan bahan olok-olokan. Seolah mereka berbeda. Tak punya perasaan dan harapan.
Lagi-lagi, mental illness tidak selalunya lupa siapa diri sendiri atau kasarnya "Tidak waras a.k.a gila". Dua hal diantara mental illness yang cukup berbahaya yaitu depresi dan attachment problem. Depresi mampu mengubah struktur otak penderitanya hingga tidak mampu lagi terlihat ceria. Bukan mereka tidak mau, struktur dari otak mereka sudah berubah yang menyebabkan mereka selalu terlihat murung tak berkesudahan. Atau berujung pada keinginan mengakhiri hidupnya bila tidak segera ditangani dengan baik.

Kalau si penderita depresi ini pada akhirnya mengakhiri hidupnya, respon yang didapatkan kebanyakan bukannya mengutuk diri sendiri karena telah lalai dengan si penderita, tapi malah mengutuki si penderita dengan kalimat, "Ah pasti imannya lemah. Kurang mendekatkan diri ke penciptanya tuh". Innalillahi. Seandainya kamu ada saat ia butuh, mungkin ia akan mengurungkan niatnya untuk melakukan hal tersebut. Tapi ya sulit juga si, setiap orang punya masalahnya masing-masing. Terkadang kita dipaksa menjadi bunglon oleh sekitar. No one cares about your problems. Everyone has. Not just you, dude.

Jangan. Jangan begitu. Sesekali siapkan telinga dan hatimu jika ada seseorang yang membutuhkanmu. Sulit untuk mereka menceritakan hal tersebut kepada orang lain. Jika kamu dipercaya, jaga kepercayaannya. Hadirkan telinga dan hatimu baik-baik. Merasa "sendirian" itu berbahaya, gengs. Mungkin memang kamu dihadirkan sebagai perantara Tuhan untuk menguatkannya. Atau minimal, ceritanya bisa menjadi hal yang membuatmu semakin bersyukur atas hidupmu kini karena dirimu tidak mengalami hal tersebut. Bukankah pengalaman orang lain adalah hal terbaik? Tidak perlu melewati hal tersebut tapi kau bisa mengambil hikmah dari kejadian yang ia alami kan? Terkadang mereka tidak butuh saran. Mereka hanya butuh didengarkan. Diberikan pelukan disaat sesenggukan. Eeits sesama jenis, jangan dijadiin modus. Bisa banget cari kesempatan.

Lain lagi dengan attachment problem. Hal ini berhubungan dengan pola asuh dari keluarga/caregiver. Seorang anak yang terlihat ceria, penyayang, seru, mudah bergaul, belum tentu menggambarkan dirinya seperti itu ketika membangun sebuah relationship. Ada keterkaitan antara pola asuh dengan tingkah laku mereka ketika menjalin hubungan. Lebih jauh lagi, ada keterikatan antara pola asuh saat ia kecil dengan pola asuh yang akan ia terapkan ke anaknya nanti. Seperti suatu penyakit yang akan turun temurun bila tidak dicari penyelesaiannya. 

Lebih lanjutnya mungkin bisa kalian baca di google perihal ini.

Gue gak bisa bilang attachment problem jauh lebih berbahaya dibanding depresi. Semuanya berbahaya dan harus tepat penanganannya.

Dari gue yang sangat awam akan bidang psikologi ini beranggapan bahwa mereka yang mengalami hal ini sangat membutuhkan pihak-pihak yang mampu menunjukan mereka bahwa mereka berharga dan menunjukan pada mereka bahwa semua akan baik-baik saja. Menujukkan pada mereka bahwa mereka diterima dengan baik walaupun pernah mengalami hal-hal negatif atau segala bentuk penolakan di masa lalu.

Bukankah segala rasa sakit yang dialami adalah jalan Allah SWT untuk mendewasakan dan menguatkanmu?

Bukankah Ia tidak akan meletakanmu di kondisi sekarang kalau kau tidak mampu melewatinya?

Mari sesekali menjadi pendengar yang baik. Bila dirimu tidak merasakan hal tersebut, jangan pernah judge orang itu dengan kalimat, "Gak bersyukur banget lu, noh liat anak-anak di palestine, blablabla". Gengs, semua orang itu berharga. Tidak ada yang lebih tinggi derajatnya bila sudah membahas perihal kemanusiaan. Semua sama.

Btw, malam ini malam hari raya. Selamat hari raya idulfitri semuanya. Semoga kita terus menjadi pribadi yang lebih baik lagi, lagi, dan lagi.

Ps. Ini diketik dari hape. Laptopnya lagi ngambek. Haduh duh duh duh.

Comments

Popular posts from this blog

[REVIEW] Andai Engkau Tahu

[REVIEW] Ya Rabb, Aku Galau

[REVIEW] "MOVE ON" #CrazyLove