Clay dan Borno
Setiap orang punya caranya sendiri untuk menghibur dirinya. Mengembalikan semangatnya yang terasa mulai meredup untuk memulai lagi agenda-agenda lain yang sudah menunggu atau sekedar menyibukan diri agar tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal-hal yang mungkin belum tepat. Ada yang dengan mendengarkan musik, menonton televisi atau youtube, dan saya lebih suka membaca novel. Senang rasanya melihat koleksi novel serta autobiografi yang saya miliki dan sudah habis saya lahap, walaupun tidak semuanya sempat saya review.
Sebenarnya jauh lebih menyenangkan ketika tau stok buku yang belum terbaca ternyata masih banyak. Saya masih memiliki empat buku yang belum sempat terbaca seperti The Crisis of Islam, Hujan Bulan Juni, Pergi--yang ini ternyata sekuel dari Pulang, jadi lebih baik saya membeli novel Pulang dulu sebelum membaca yang ini. Satu lagi The Land of Stories The Wishing Spell yang akan selanjutnya saya baca setelah dari Clay dan Borno.
Dua nama yang sangat bertolak belakang ya. Yaiyalah, kan beda novel. Clay, dari novel 13 Reasons Why karya Jay Asher sedangkan Borno dari novel Aku, Kau, dan Sepucuk Angpau Merah karya Tere Liye. Dua dari empat buku hasil jarahan saya yang diizinkan teman dari suatu tempat. Kedua tokoh tersebut memiliki kepribadian yang amat berbeda. Tapi anehnya, saya seperti menemukan benang merah yang hampir sama pada kedua novel ini.
![]() |
Hasil Jarahan |
Clay Jensen. Si bujang dengan berbagai rasa bersalahnya kepada gadis cantik, Hannah Baker. Ia yang tidak pernah berani menunjukan dirinya kehadapan Hannah hanya karena rasa tidak percaya diri dan takut. Pada akhirnya, ketika semuanya sudah terjadi, ketika Hannah lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya, hidup Clay pun berubah. Di novel ini mengantarkan suatu pesan, bahwa hal kecil apapun yang kita lakukan ke orang lain mungkin akan menjadi bibit masalah yang akan tumbuh dan menyebar ke berbagai arah. Hannah, korban dari perilaku beberapa pihak yang membuatnya memutuskan untuk menghentikan semuanya. Depresi karena terus menerus mendapatkan tindakan bullying tanpa terlihat ada yang peduli terhadapnya--bahkan orang tuanya--membuat Liberty High harus kehilangan salah satu muridnya.
Andaikan Clay tidak hanya diam dan asik "menonton", mungkin semuanya akan berubah. Hannah masih hidup, dan rekaman kaset itu tidak akan pernah ada. Semuanya akan berjalan jauh lebih baik. Hannah, gadis yang hanya butuh seseorang untuk menguatkannya dengan segala hal yang ia alami sendirian.
Sedangkan Borno? Si Bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas. Pengemudi Sepit yang amat mahir perihal permesinan dan pada akhirnya menjadi pemilik bengkel yang terus menerus meningkat setiap bulannya. Ia mencintai Mei dengan sangat. Dengan amat lurus. Tak perduli lah perihal harga diri. Tak terpikirnya ia perihal perbedaan status antara pengemudi sepit lulusan SMA dengan Mei si guru yang mencintai dan dicintai murid-muridnya. Laki-laki yang berhasil berdamai dengan masa lalunya ketika mengetahui bahwa ibunya Mei lah yang mengoperasi ayahnya dan memindahkan jantung ayahnya ke orang lain. Sebelumnya, ia terus berusaha mencari tahu alasan Mei berubah. Padahal tidak ada kalimat pernyataan apapun yang pernah terlontar dari masing-masing. Tapi Borno, laki-laki yang hatinya paling lurus sepanjang tepian Kapuas telah mengajarkan kepada pembacanya bahwa kisah cinta setiap orang itu berbeda. Kita hanya harus memiliki hati yang lurus macam si bujang. Kita hanya perlu meyakinkan Mei kita masing-masing bahwa semuanya akan baik-baik saja. Masa lalu biarlah ada di belakang. Lalu, Mei bukan lagi gadis keturunan Tionghoa yang sendu menawan, ia menjadi gadis yang periang, namun, tetap menawan. Terimakasih Borno.
Dari dua novel tersebut, bisa kita komparasikan. Rasanya saya tidak perlu melempar pertanyaan seperti, "Clay atau Borno?". Borno, semoga kami bisa memiliki hati macam kau. Hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas.
Nah kan, jadi keingetan laporan buku KKN sama belum bikin proposal skripsi. Borno si.
Comments
Post a Comment